Kegiatan Kita (19 Oktober 2012)

Pada tanggal 19 Oktober 2012, bertepatan dengan acara Pembagian Rapot UTS. Rapot diambil oleh para siswa-siswi. Dengan hati yang berdebar kita semua menanti nama kita dipanggil oleh wali kelas yang tak lain adalah Bunda Dewi :*

Satu persatu nama murid EYD di panggil dan mengambil rapot mereka, huuuuu degdegannya minta ampun loooh (u,u). Setelah menerima rapot, berbagai ekspresi muncul di raut wajah para murid EYD. Ada yang gembira…ada yang kecewa…ada yang biasa aja…

Hm….tapi kalian tau ga ? Diantara 33 muris EYD ada 4 murid yang belum diperbolehkan mengambil Rapotnya. Keempat murid itu adalah Sri Sumarni, Taguh Setiawiguna, Thalita Fauziah (admin sendiri looh huhuhu ) dan Tria Kemala Dewi . Kami belum diperbolehkan mengambil rapot karena kami harus menyelesaikan misi tertentu hahahaha 😀 . Tapi untungnya kami masih diperbolehkan melihat nilai-nilai rapot kami…dan Alhamdulillah nilai-nilai kami memuaskan :).

Setelah acara Pembagian Rapot UTS selesai, kami para warga EYD pergi kerumah Intan di daerah TWM (Taman Wisata Matahari), untuk merayakan hari ulang tahun intan :D. Hm…oh iya ada yang tak bisa hadir dalam acara itu, mereka adalah Amanda Luthfianti, Ana Nurul Muharomah, Siti Measaroh dan Muhammad Teja Permana (Teman kami tercinta ini sedang terbaling lemas karena kecelakaan motor yang dia alami, do’akan Teja cepat sembuh ya kawan :)).

Waw acara dirumah Intan itu meriah banget , seru , rame dan menu-menunya ituloooh…Gak nahan Yummynya….Haduuuh saking gak nahannya tidak bisa disebutkan satu persatu hehehe :p . Pokonya kami semua makan seperti orang yang baru pertama kali melihat yang namanya makanan hahaha :D. Sebelumnya kita bikin kejutan dulu buat Intan :p guyur dia pake air kecap sama dilemparin tepung huahahahaha….Gak lupa nih kami semua melakukan kegiatan wajib yang gak boleh ketinggalan yaitu FOTO-FOTO hahaha narsis semua deh ini maaaaah :D.

Sebelum kami semua pulang, kami pergi ke TWM yang pas banget didepan rumah Intan TWMnya hahaha jadi gak ngongkos deeeeh :p. Disana kami semua hanya nerjalan-jalan santai sambil menikmati pemandangan yang ada *loh? . Sampai pada akhirnya langkah kami terhenti disuatu wahana yaitu, WAHANA RUMAH HANTU HIHIHIHI…

Sebagian dari kami, ada yang mencoba wahana tersebut. Dan sebagian lagi dari kami hanya menunggu manis diluar wahana karena takut atau tidak memiliki dana yang cukup hahahaha alias boke (kaya admin). Yang masuk ke rumah hantu ada Geng Jerat-Jerit yaitu (Carin, Dita, Indri,Nisa), ada Merry, Lismas, Tria, Budi dan Teguh. Pas mereka belum masuk aja udah jerat-jerit teu pararuguh gituu , apalagi pas masuk hahaha mereka kali ya yang bikin hantunya takut wkwkwkwk 😀 soalnya suara jeritan mereka begitu memekik telinga…Kedengaran looh sampe keseluruh penjuru TWM :p. Gak Lupa nihh kami semua minta hantunya keluar buat FOTO-FOTO bayeeeng 😀 *eksis mah jalan terussss. Setelah itu kita semua puyang keyumah making-macing J.

Itulah kegiatan kami warga EYD pada tanggal 19 Oktober 2012, cukup sekian dan terimakasih 🙂

PaiPai…^o^

Kegiatan Kita (18 Oktober 2012)

Hari ini, masih bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun SMAN1C 36 kami para warga SMAN 01 Ciawi yang kami cintai ini berkumpul untuk merayakannya bersama-sama.

Acara hari ulang tahun SMAN1C ke-36 ini dimulai dengan Perkenalan Mojang Jajaka kabupaten Bogor, yang di wakili oleh Tria Kemala Dewi, Dwy Putri Carina, Dita Renjani dan Amanda Luthfianti. Dilanjutkan dengan lomba modeling pakaian batik dengan perwakilan Teguh Setiawiguna.

Kemudian acara dilanjutkan dengan penampilan dari team Theater Smanic, penonton begitu antusias menyaksikan penampilan Theater tersebut karena, pada penampilan itu memberikan amanat mengenai pendidikan.Lalu acara dilanjutkan dengan Lomba Story Telling, yang di wakili oleh Tria Kemala Dewi. Setelah itu acara dilanjutkan dengan Class Performance dari seluruh kelas.

Oh iyaaa…Selama acara ini berlangsung diadakan bazar dari setiap kelas. Jadi setiap kelas mempunyai Stand, dimana kelas tersebut dapat menjual berbagai macam makanan, minuman, barang dan sebagainya. Nah..dalam rangka bazar ini, kelas kita menjual Spagetthi Ayam dan Jagung Coklat Keju juga Sate Buah Coklat. Hmmmmm….Yummy kan ? Maka dari itu, Stand kita selalu ramai oleh para pengunjung, baik itu para murid maupun para guru, dan selalu habis terjual sebelum stand-stand yang lain.

Teman-teman do’akan yaaa…
Semoga perlombaan-perlombaan yang kelas kami ikuti dapat meraih juara ^-^

Artikel Kita

TAWURAN ANTAR PELAJAR

Tawuran pelajar saat ini sudah menjadi momok bagi masyarakat. Prilaku tawuran pelajar bukan hanya mengakibatkan kerugian harta benda atau korban cedera tapi juga merenggut ratusan nyawa melayang sia-sia. Maraknya tawuran pelajar dipicu oleh banyak faktor. Pada tingkat mikro, rendahnya kualitas pribadi dan sosial siswa mendorong mereka berprilaku yang tidak pronorma. Pada tingkat messo, buruknya kualitas dan manajemen pendidikan mendorong rasa frustasi anak yang dilampiaskan pada tindakan negatif, termasuk tawuran. Di tingkat makro, persoalan pengangguran, kemiskinan, dan kesulitan hidup memberi sumbangan tinggi bagi terbentuknya masyarakat (termasuk siswa) yang merasa kehilangan harapan untuk hidup layak.
Beragam “prestasi buruk” selama ini menghadapkan pendidikan pada pertanyaan mendasar tetapi sangat fundamental: sejauhmana efektivitas pendidikan bagi peningkatan kualitas siswa. Pertanyaan mendasar tersebut layak dikedepankan mengingat sumbangsih pendidikan bagi masyarakat belum terlihat secara kasat mata. Padahal “investasi” yang diserap dunia pendidikan sangat besar. Pendidikan belum berhasil menjadi solusi bagi kesejahteraan hidup manusia, tetapi sebaliknya: menciptakan masalah bagi masyarakat.
Salah satu masalah yang dihadapi pendidikan adalah kurikulum yang dianggap terlalu berat dan membebani siswa. Kuatnya campur tangan pemerintah dalam dunia pendidikan ditengarai pada dominannya pemerintah dalam penyusunan kurikulum. Di samping itu, banyak pihak yang ingin memasukan “kepentingannya” dalam kurikulum pendidikan. Departemen Koperasi ingin ada pelajaran tentang koperasi, pengusaha industri ingin ada pelajaran teknis kerja, serikat buruh ingin ada pelajaran tentang buruh. Akibatnya batok kepala siswa menjadi “keranjang sampah” bagi beragam kepentingan.

Banyaknya bidang kajian menjadikan substansi pengetahuan menjadi sedikit, tetapi terlalu montok. Akhirnya kita lupa, bahwa apa yang dipelajari siswa “tidak bermanfaat”. Sudah sumpeg, metode pembelajarannya pun represif. Modus pembelajaran yang monolog oleh guru terasa benar miskin makna. Yang dimaksud cerdas oleh guru adalah besarnya daya ingat siswa terhadap segudang informasi, seperti halnya ketangkasan cerdas cermat.
Pendidikan juga terlalu science minded. Ada siswa SMU yang setiap minggunya harus belajar matematika 10 jam dan fisika masing-masing 10 jam pelajaran. Seolah-olah matematika dan fisika merupakan satu-satunya jawaban dari persoalan hidup manusia. Jarang sekali ada sekolah yang mengembangkan pembelajaran sesuai potensi, minat, dan bakat siswa seperti olah raga atau musik, misalnya.

Akibat kurikulum yang terlalu berat menjadikan sekolah sebagai “stressor baru” sebagai siswa. Disebut “baru” karena siswa sebenarnya sudah sangat tertekan akibat berbagai persoalan keluarga dan masyarakat (termasuk pengangguran dan kemiskinan). Akibatnya, siswa ke sekolah tidak enjoy tetapi malah stress. Siswa tidak menganggap sekolah sebagai aktivitas yang menyenangkan tetapi sebaliknya: membebani atau bahkan menakutkan. Akibatnya, siswa lebih senang keluyuran dankongkow-kongkow di jalan-jalan daripada mengikuti pelajaran di sekolah. Ada joke yang akrab di masyarakat, sekolah sudah menjadi “pembunuh nomor satu” di atas penyakit jantung.

Siswa bukan hanya terbunuh secara fisik karena tawuran, tetapi juga terbunuh bakat dan potensinya. Banyak talenta siswa yang semestinya bisa dikembangkan dalam bidang olahraga, seni, bahasa, atau jurnalistik, hilang sia-sia akibat “mabuk” belajar fisika dan matematika.

Seorang kawan secara berkelakar mengatakan lebih enak bekerja daripada sekolah. Orang bekerja mulai pukul 9 sampai 4 sore (7 jam), selama 5 hari perminggu. Sedangkan siswa masuk sekolah pukul 7 sampai 13.30 (6,5 jam), hampir sama dengan orang bekerja. Tetapi ingat malam hari siswa harus belajar atau mengerjakan pekerjaan rumah, serta masuk 6 hari perminggu.

Bagaimana mengatasi kurikulum dianggap overload ini? Karena sudah “terlanjur”, pendidikan harus berani meredefinisi semua programnya. Tetapi, sanggupkah para penentu kebijakan melakukan perombakan? Itulah masalahnya. Banyak pengelola pendidikan bermental “priyayi”. Mereka lebih memikirkan kenaikan pangkatnya daripada peningkatan kualitas pendidikan. Budaya “cari muka” dan “minta petunjuk” membuat mereka tidak berani melakukan perubahan. Sebab, mereka tidak mau mempertaruhkan kenaikan pangkatnya. Lebih baik “adem ayem” kenaikan pangkat lancar daripada “kritis” tetapi terancam.

Sekolah yang Menyenangkan

Saat ini mulai berkembang paradigma baru tentang “pendidikan yang menyenangkan, seperti model quantum learning. Dalam quantum learning pelajaran sekolah tidak menjadi beban bagi siswa. Pendidikan disesuaikan dengan ranah berpikir siswa. Jadi bukannya siswa yang “dipaksa” mengikuti pelajaran sesuai kemauan guru, termasuk dalam hal penilaian benar-salah. Guru yang harus “masuk” ke dalam ranah berpikir siswa, menyelami apa pemikiran, kehendak, dan jiwa siswa. Dalam quantum learning, guru tidak bisa dengan otoriter memaksakan pendapatnya paling benar. Tetapi siswa dilibatkan untuk mengkaji kebenaran nilai-nilai itu dan perbedaan pendapat tidak dilarang. Selama ini kan tidak. Aturan yang dibuat sekolah bernilai mutlak. Siswa tidak punya kewajiban lain selain patuh. Kalau tidak patuh maka dianggap “melanggar peraturan” sehingga wajib diberi sanksi. Tidak ada hak bagi siswa untuk mengemukakan pendapat bahwa setiap aturan mesti tergantung pada konteksnya, termasuk konteks pemikiran siswa. Akibatnya, siswa patuh karena “pura-pura”.

Selain quantum learning, dipelopori David Golemen, para pemerhati pendidikan di Barat mulai menyadari bahwa kecerdasan emosional (EQ) tidak kalah penting dibanding kecerdasan intelektual (IQ). Bahkan menurut penelitian David Goleman, siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, setelah dewasa justru lebih banyak yang “berhasil” dibanding siswa yang memiliki IQ tinggi. Paradigma baru ini hendaknya juga mulai diadopsi di Indonesia.
Kecerdasan emosional siswa meliputi kemampuan mengembangkan potensi diri dan melakukan hubungan sosial dengan manusia lain. Beberapa tolok ukurnya adalah: memiliki pengendalian diri, bisa menjalin relasi, memiliki sifat kepemimpinan, bisa melobi, dan bisa mempengaruhi manusia lain.
Siswa yang kecerdasan emosionalnya tinggi memiliki “beragam alternatif bahasa” untuk berkomunikasi dan bernegosiasi dengan manusia lain, termasuk dengan seseorang yang “dianggap musuh”. Sebaliknya, siswa yang kecerdasan emosionalnya rendah hanya memiliki satu bahasa: takut atau justru sebaliknya, tawur. Mereka juga tidak bisa “membedakan” musuh. Tolok ukur seseorang dianggap “kawan” atau “musuh” adalah seragamnya. Siapapun dia, asalnya darimana, kalau memakai seragam sekolah “lawan” harus dimusuhi.

Seragam sekolah menjadi sumber masalah. Meski tujuannya baik yakni untuk melatih kedisplinan, tetapi juga membawa dampak negatif. Seragam sekolah menumbuhkan identitas kelompok yang memicu tawuran. Lagipula, penyeragaman seragam sekolah juga tidak bermanfaat. Malahan, rok siswi yang kadang terlalu mini juga mengundang masalah sendiri bagi siswa laki-laki.Sebaiknya siswa tidak diwajibkan mengenakan seragam.
Itulah beberapa tawaran untuk mengurangi tawuran pelajar. Kalau usaha tersebut telah diikhtiarkan tetapi tawuran pelajar makin menggejala, artinya kita perlu berikhtiar lebih keras lagi. Justru itulah makna hakikat pendidikan: terus berusaha dan tak kenal menyerah.

DAMPAK PERKELAHIAN PELAJAR

Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.

PANDANGAN UMUM TERHADAP PENYEBAB PERKELAHIAN PELAJAR

Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.

TINJAUAN PSIKOLOGI PENYEBAB REMAJA TERLIBAT PERKELAHIAN PELAJAR

Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.

1. Faktor internal.
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.

2. Faktor keluarga.
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.

3. Faktor sekolah.
Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.

4. Faktor lingkungan.
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.

Sumber : http://mohkusnarto.wordpress.com/tawuran-antar-pelajar/
http://kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/258-tawuran-pelajar-memprihatinkan-dunia-pendidikan.html
Editing by: https://duabelassatu.wordpress.com/

Jadwal Piket

  • Senin
  1. Alfiana Rinaldi
  2. Budi Rahmat Alifian
  3. Elin Erlina
  4. Izmal Rizkiana
  5. Muhamad Revi Priatna Putra
  6. Robiyatul Adawiyah
  7. Teguh Setiawiguna
  • Selasa
  1. Amanda Luthfianti
  2. Denia Agustina
  3. Erna Waty
  4. Izudin Jaelani
  5. Muhammad Teja Permana
  6. Selvi Yulia Putri
  7. Thalita Fauziah
  • Rabu
  1. Bayu Tetuka
  2. Eka Suryani
  3. Intan Puji Pratiwi
  4. Merry Chahya Puteri
  5. Resha Nia Ramadini
  6. Sri Sumarni
  • Kamis 
  1. Anis Kania Putri Januar
  2. Dwy Putri Carina Ruswandy
  3. Indri Choerun Nisa
  4. Lusi Yuniara
  5. Rachmattya Garnasih
  6. Siti Pinaryani
  • Jum’at
  1. Ana Nurul Muharomah
  2. Dita Renjani
  3. Fajar Indah Pratiwi
  4. Lismatiani Agusti Putri
  5. Nisa Suhaila Safitri
  6. Siti Maesaroh
  7. Tria Kemala Dewi

Pembagian Rapot UTS

Pembagian Rapot UTS untuk semester 1 ini akan dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2012. Diperkirakan pembagian rapot berlangsung dari pukul 07.30 – 09.00 WIB. Pengambilan rapot UTS tidak oleh orangtua/wali murid, melainkan siswa itu sendiri. Dengan catatan, siswa wajib melaporkan hasil UTSnya kepada orangtua/walinya dan orangtua/wali murid wajib juga mengetahui nilai anaknya.

 

Sekian, terimakasih 🙂

KAMUT EYD

“Bila kita tidak dapat menjadi sebatang pensil yang mampu melukiskan kebahagiaan untuk orang lain, maka jadilah sebatang penghapus yang dapat menghapus kesedihan orang lain”

-EYD-

Acara Ulang Tahun SMANIC

Pada tanggal 16-17 Oktober SMA Negeri 1 Ciawi akan merayakan ulang tahunnya yang ke-36. Dalam rangka memeriahkan acara tersebut, sekolah kita tercinta ini mengadakan berbagai macam perlombaan, pameran dan pentas seni. Diharapkan untuk seluruh warga EYD agar turut berpartisipasi didalam acara-acara tersebut. Minimal hadir kesekolah dan turut mendukung kawan-kawannya yang sedang mengikuti perlombaan.

 

Walaupun dalam acara ini ada Perlombaan dan Pentas seni, kita tidak boleh terlalu berambisius untuk menjadi pemenang, tetapi kita harus berusaha menampilkan yang terbaik dan berusaha semaksimal mungkin. InsyaAllah usaha yang baik dapat membuahkan hasil yang baik pula, amin…:)

 

Ayooo semangatlah kawan-kawan :O

FIGHTING ! 😉